Di meja ruang tunggu klinik tempat Dokter Nendra buka praktik dokter umum, tersedia Mete Goreng, Beton Rebus dan Kacang Telur. Ketiga jenis menu itu dihidangkan di ruang tunggu untuk para pengantar pasien. Mete adalah jenis makanan yang dihasilkan dari biji pohon jambu monyet. Kacang telur dihasilkan dari kacang tanah diolah sedemikian rupa bersama tepung dan telur. Beton Rebus dibuat dari biji nangka yang direbus dengan bumbu. Ketiga menu itu masing-masing mempunyai rasa yang khas. Gurih dan nikmat.
Namun belakangan ini, suasana di meja ruang tunggu itu sedang ‘mendung.’ Serba tidak enak suasananya. Pasalnya muncul rasa cemburu dan iri hati dari Beton Rebus yang merasa diabaikan dan terpinggirkan oleh menu lainnya. Sebuah pembelajaran bahwa sifat iri dan cemburu sangat tidak baik, membawa kesusahan dan kesedihan bagi diri sendiri. Bagaimana kisahnya. Mari ikuti dongeng moral berikut ini.
*
Si Beton Rebus menatap sedih deretan toples di meja ruang tamu rumah Dokter Nendra. Matanya sekali-kali menitikkan airmata. Jelas terlihat kesedihan yang mendalam dan lama terpendam. Teringat peristiwa tadi pagi. Zizi, Leila dan Dian, tiga orang putri kesayangan pak Dokter berebut camilan Mete Goreng, yang ada di meja. Masih jelas dalam ingatan Beton Rebus, mereka menikmati gurih dan lezatnya Mete asli dari Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah itu. Sementara dirinya…. Huhuhuuuuu…. dicuekin, diabaikan. Dibiarkan teronggok di piring sebelah toples Mete Goreng itu. Sedih dan sakit hati rasanya.
“Sungguh diriku tak berguna, buat apa aku diciptakan,” gumamnya.
Padahal kalau dilihat seksama penampilan dirinya tak kalah menarik. Apalagi setelah diolah di dapurnya Pawon Putri, Warung Oleh-Oleh khas Nusantara yang terkenal seantero Kota Kompasiana yang berlokasi bersebelahan dengan tempat dokter Nendra buka praktik, citarasanya sungguh menawan. Tangan-tangan terampil Putri dengan bumbu-bumbu ajaibnya, bagaikan tongkat sihir Nenek Lampir yang mampu merubah dirinya menjadi menu biji beton rebus dengan citarasa ekslusif, tak ada bandingannya.
“Sudahlah Beton, jangan sedih. Masih banyak kok yang berselera sama kamu,” hibur Kacang Telur yang ada di toples pojok meja.
“Huhuuuu…aku iri, kenapa aku yang asalnya dari buah yang disukai banyak orang, tapi biji betonnya dibiarin saja. Aku sungguh tak berguna. Ingin rasanya bunuh diri saja,” keluh Beton Rebus. (Mikir juga, gimana cara beton Rebus bunuh diri yak).
“Eeh jangan ngomong seperti itu. Itu tidak baik, nasib hidup dan mati hanya Tuhan yang menentukan. Bukan diri kita sendiri,” kata Kacang Telur berusaha menasehati.
Cukup dimaklumi juga kegalauan Beton Rebus. Biji beton yang asalnya dari pohon serbaguna, pohon nangka sangat disukai orang. Mulai dari daunnya untuk makanan ternak, pohonnya yang kuat untuk bangunan, buah nangkanya yang beraroma menggiurkan dan mewangi, sangat disukai banyak orang. Bahkan buah nangka diproduksi dan diolah menjadi makanan camilan yang bergengsi. Banyak dijual di mall dengan harga ‘terhormat.’ Tapi kalau biji betonnya, dihargai apa? Tak banyak orang suka. Mungkin efek ‘gas’ yang dihasilkannya, membuatnya tak diminati banyak orang.
Membandingkan dengan Mete Goreng seakan kalah jauh. Harganya mahal. Apalagi menjelang lebaran seperti bulan Agustus kemarin, bener-bener si Mete Goreng ini ‘jual mahal.’ Kalau dibanding dengan Kacang Telur, juga masih cukup bergengsi. Ada nilai jualnya. Sementara Beton Rebus? Kecuali nangkanya, bijinya tak laku. Membayangkan kenyataan itu, Beton Rebus semakin teriris hatinya.
“Kenapa Tuhan tak adil sama saya, buat apa aku hidup kalau tak ada manfaat buat manusia,” keluhnya berkepanjangan. Kacang Telur yang mendengarnya hanya mendesah. Sudah banyak upayanya untuk menghibur sahabatnya itu. Namun belum berhasil. Dia hanya berdoa agar Beton Rebus segera bebas dari kegalauannya dan bersemangat lagi seperti dulu.
*
Hari merambah malam, sebentar lagi klinik dokter Nendra akan tutup jam praktik. Sudah tak ada pasien malam itu. Tak lama berselang terdengar derap langkah kaki-kaki kecil masuk ke dalam klinik diiringi tawa-tawa kecil. Ternyata ketiga putri kesayangan dokter menyusul papanya dari rumah yang bersebelahan dengan klinik.
“Pa udah mau pulang khan?” Tanya Zizi, putri sulungnya sambil mengambil Mete Goreng di toples. Zizi yang berkerudung itu masih berusia 12 tahun. Zizi cantik, rajin dan pintar.
“Iya sebentar lagi Sayang,” jawab dokter Nendra sambil merengkuh putri bungsunya, Dian untuk duduk di sebelahnya. Anak berusia 7 tahun itu mengamati Papanya membereskan tas kerjanya seraya tangannya menggapai toples Kacang Telur. Dian berambut ikal keriting dan berkacamata. Cantik, kenes, sedikit manja dan menggemaskan.
“Kak, minta Mete Gorengnya dong,” rajuk Leila, putri keduanya pada Zizi, kakaknya. Leila masih berusia 9 tahun, manis, enerjik dan lincah.
“Nggak tinggal dikit. Makan aja itu,” jawab Zizi sambil menunjuk Beton Rebus di piring.
“Nggak mau, aku mau Mete Goreng,” pinta Leila.
Beton Rebus yang mendengar percakapan itu semakin sedih. Mereka tak mau menyentuh dirinya. Hu hu huuuuu… !
Lalu terdengar nada bicara dokter Nendra menenangkan putri-putrinya itu.
“Sayang, ga usah berebut yaaa, semua makanan ini punya gizi dan bermanfaat, termasuk Beton Rebus ini. Tubuh kita memerlukan karbohidrat, protein, mineral dan lain-lain untuk keperluan energi. Itu semua diperoleh dari bahan makanan termasuk dari makanan ini, kacang telur, mete dan beton rebus,” turur dokter Nendra.
“Oooo begitu yaa Pa,” sahut mereka bertiga kompak.
“Tuhan menciptakan tanaman dengan kegunaan masing-masing, misalnya untuk kesehatan. Untuk obat pencernaan, diare, kurang gizi, maag, sembelit dan lain-lain. Beton Rebus ini banyak kandungan proteinnya, bagus untuk mengurangi mual-mual,” tambah dokter Nendra.
“Saya tahu Pa, tanaman dan makanan berguna untuk kesehatan karena bisa dipakai untuk obat. Iya khan Pa?” sahut Zizi.
“Kemarin Mama kasih Dian minuman dari jahe, waktu Dian masuk angin,” sahut si kecil Dian ikut nimbrung.
“Mama juga sering bikin masker pakai buah alpokat, katanya biar kulit Mama selalu halus dan cantik,” tukas Leila.
“Yaa betul, semua betul. Itulah makanya kita harus menghargai semua tanaman yang bermanfaat bagi kita. Nah Zizi, Leila, Dian hari sudah malam, yuuukk kita pulang,” ajak Papanya.
Lampu ruang tunggu itu dipadamkan. Mereka pun pulang. Zizi membawakan tas Papanya, Leila menggandeng tangan kiri sedangkan Dian minta digendong. Sementara itu tanpa diketahui oleh mereka, Beton Rebus tercenung. Matanya berkaca-kaca setelah mendengar obrolan barusan. Hatinya tersentuh, pikirannya menjadi terbuka. Kata-kata dokter Nendra membuat dirinya sadar bahwa semua ciptaan Tuhan tidak ada yang sia-sia. Semua mempunyai manfaat yang berbeda-beda.
“Jadi kenapa saya harus iri dan cemburu dengan yang lain, khan semua punya kelebihan dan manfaat masing-masing.” katanya dalam hati.
“Terima kasih Tuhan, mulai detik ini saya akan belajar bersyukur. Bersyukur menjadi ciptaanMu, selalu dan kapan saja.”
Beton Rebus pun terlelap. Lelap dengan sebuah senyuman semangat akan fungsi mulia untuk kebutuhan manusia. Terima kasih Beton Rebus, Kacang Telur dan Mete Goreng.
Salam syukur telah diciptakan.
Sumber foto:
http://www.thaitable.com/thai/recipe/boiled-jackfruit-seeds
Artikel Dongeng ini disertakan dalam Event Festival Fiksi Anak Kompasiana
Link Kompasiana: Kisah Mete Goreng, Kacang Telur dan Beton Rebus
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Mete Goreng, Kacang Telur dan Beton Rebus"
Posting Komentar