***
mematung di makam waktu
kelambu pekat sembunyikan roda rasa terdalam
meniti jalur sunyi
dari hati yang dicumbu batang sepi
pada asa yang dibuai kenangan memori
pada koloni hasrat yang menampar dinding hati
atas penggalan kasih yang tersematkan pada lembayung lelaki
titian pekatnya gulita
tak sepekat ziarah rindu gelora
pada diri yang terlelap dengan segala mimpi indah
atas sempilan memori merajuk membentang
khan menunggu hati tergamit sang pelipur rindu
hingga rusuk rusuk ikatan itu kembali
seraya kupeluk semampai malam
merajuk tuk hadir temani lelap
yang kian sirna ditelan pucat bibir dinihari
hingga darah merah memuai memudar warnanya
mimpikan asa
akan sebuah rasa berbait dahaga
laksana kupu jantan menunggu mekarnya sang bunga kuncup
sampai musim berganti, hingga langit mengubah dunia
kapan
mungkin esok hari di temaramnya embun dewi pagi
atau mungkin hingga mentari enggan menyapa dunia
tak henti munajat berharapkan pada terang
menghangatkan dingin rindu agar tak basi
atau jika tidak
mungkin rindu akan lengser terkubur pertandakan nisan
hingga purnama karam berganti mentari yang akan mengingatkan
pada sebuah hati tulus yang selalu menyayang
***
Jakarta 20 April 2014
Ganendra
Puisi ini ditayangkan juga di Kompasiana
Belum ada tanggapan untuk "Hingga Purnama Karam"
Posting Komentar