***
gelap gelaplah sudut sudut kehidupan di bayang terjal batu kota
bertandih kelam akan malam temaram yang lesu merayap gulita
rebahlah sang mentari di ufuk barat langit senja
bergulir jaga dengan kekasih hati sang rembulan jelita
sementara nafas nafas desah di kelamnya malam mendera
sosok penghuni tanah tanah di tubuh bunda persada
diantara lorong lorong kehidupan bawah tol jalan raya
menikmati indah dewi bulan diantara pedih malang nasibnya
kolong kolong membisu
di gurat gurat mata yang meregang nasib beradu
beralas kardus rehatkan raga jiwa lelahmu
beratap langit awan mega yang resah menatap kaummu
para ibu
bocah bocah lugu itu
yang bersahabat gemuruh harapan kelabu
berguguran pupus ditelan sang hujan yang menyapu
kolong kolong perkotaan
potret saudara berkalang kemiskinan
dalam genggaman tangan tangan rapuh kepalan
pada langkah kaki kaki terseok memanggul hidup beban
susuri jalan nafas panjang kehidupan
yang kian jauh dari harapan
yang bias tak tersentuh para saudara dermawan
apalagi mereka, para terhormat pimpinan pemangku jabatan
bergulat dingin angin dari delapan penjuru
sisakan redup kehidupan yang tak pernah datang layu
tanpa keluh pada sang pemberi janji palsu
yang korbankan darah pemberanimu
juga keringat rejekimu itu
bak lintah buas penghisap sari jiwa tanpa ragu
kolong kolong bisu
bukanlah koloni membisu
namun bertabur semangat hidup menderu
menyalak mengalir deras tak henti melaju
taruhkan penyambung nafas satu
diantara puing puing harapan berbatu
di bawah tol jembatan layang kota itu
***
Jakarta - 13 Maret 2014
Ganendra
Belum ada tanggapan untuk "Kolong Kolong Bisu"
Posting Komentar