debu sirna terimbas embun membuyar lamunan
jemari lentik gemulai diantara angan pengharapan
diantara tetes peluh keringat bercucuran
bergulir semangat diantara kepedihan
yang tak pernah dikeluhkan
tanpa ratapan
ibu sedang mengapakah?
pagi buta dibawah penuntun geliat sang bagaskara
bergelimang bilah kayu pembangkit hidup nyala
bergulat kasih api dan bertabur asap rempah cinta
kasih pada sang pendamping pelindungnya
sayang pada sang buah hatinya
apa yang lebih indah dibanding bangkitnya bidadari hati?
yang tegar kala halilintar menerjang ciutkan nyali
yang mengasihi dengan tulus tiada terperi
bak dian menerangi temaramnya rembulan dewi
atau mentari yang tak pernah mengeluhkan sinarnya terbagi
pada ibu penanak nasi menghidupi
kala timangan hingga uzur di langit tepi
semerbak mengisi rongga nurani
tumbuh suburkan jiwa jiwa belia dini
para ruh tumpuan harapan nanti
jika hembus angin tak kau harap menjelma jadi badai nan merusakkan
dan jika puncak gunung penggapai mega tak ingin muntahkan lahar letusan
atau gelegak samudera tak hendak tumpahkan air ke daratan
maka tanamkan pada ingatan
kasihi tulus sepanjang peradaban
mekarkan cinta sepanjang hayat penciptaan
jangan dan jangan
kau buat menangis para perempuan
***
29 Januari 2014
Ganendra
Belum ada tanggapan untuk "Perempuan Badai"
Posting Komentar