pada udara kuhirup murni
beriring nyaring kukila bernyanyi
hawanya merasuk rongga kulit pori pori
semilir bayu turuni lereng menghijau tiada tepi
bukit bukit ramah menyapa tiap jengkal mata di fajar pagi
merindu akan kampung halaman
kangen akan hamparan sawah padi padian
pada kulit keriput petani yang merekah senyuman
diantara rajakaya yang diasuh gembala bermanja lenguhan
pun sejuk berbudi dalam buaian dongeng eyang semalaman
nikmati hiruk pikuk satwa alam di penghujung kehidupan
sekar mewangi di tepian jalan dusun
menyegarkan mata di senja merah marun
entaskan segala resah penghuni koloni serumpun
hingga ruh semangat bangkit esok di butiran fajar embun
tamah mendesau di fajar ufuk saga
bersenda tawa kala mentari di siang hangatnya
luruh sahdu dalam keheningan temaram ibadah senja
bersujud takzim atas malam gelap beranjak merenda purnama
pada cengkerama petani dan Dewi Sri kehormatannya
atas harmonis gembala dan sahabat kerbaunya
pun perawan desa yang bermanja pada sungai nafasnya
juga pada ibu yang menuai padi sandaran nyawa
damai itu ada
jauh dari riuh rendah gesekan hati murka manusia
sirnakan kepentingan angkara rasa
di sana
di desa lereng bersahaja
tempat jalma manungsa bertatakrama
saling menyayangi sesama
pada alam dan pada insan makhlukNya
*
Jakarta - 24 Januari 2014
Ganendra
Belum ada tanggapan untuk "Nyanyian Gembala"
Posting Komentar