Sekedar sebuah pemikiran pribadi, melihat fenomena memprihatinkan berkaitan dengan kejahatan moral, yang ditandai maraknya kasus-kasus korupsi, kriminal, susila, pidana memilukan yang menghinggapi sebagian masyarakat serta pejabat negeri.
Perilaku sebagai wujud adanya sifat rakus dan tamak dalam pribadi. Penyakit kronis ketamakan dan kerakusan tervisual pada perilaku korup, hedonisme guna memperoleh kepuasan hati akan materi, kekuasaan serta syahwat. Diperparah lagi dengan buntut sifat buruk berikutnya yang menyertai, yakni bohong dan tidak jujur. Kebohongan untuk menutupi perilaku ketamakan agar tak terbongkar.
Saat hati dikuasai oleh substansi hitam maka yang muncul adalah sifat tamak, rakus, dan sederet sifat-sifat egois lainnya. Tamak dan rakus, tidak puas akan sesuatu yang menjadi ‘jatah’ atau haknya. Ciri utamanya adalah merampas hak orang lain, merebut jatah di luar jatah yang menjadi ‘barteran’ keringatnya. Sudah dipastikan maka kerakusan itu akan menyerap substansi hitam lebih banyak, mengkoleksi lebih banyak karma atau dosa. Jika substansi hitam itu akan menumpuk lebih banyak, apa akibatnya?
Dalam interaksi kehidupan sehari-hari, ada proses transformasi saat berperilaku baik ataupun buruk. Proses transformasi itu memerlukan materi untuk ‘pertukaran.’ Apabila kita memiliki substansi putih dalam hati, itu adalah modal yang baik bagi ‘pertukaran’ dalam perjalanan nasib hidup kita. Substansi putih yang terakumulasi dari perbuatan baik kita. Pahala. Tumpukan pahala ini berperan dalam mengubah nasib, takdir ke yang lebih baik. Membawa keberuntungan dan semacamnya.
Sebaliknya apabila tumpukan substansi hitam hasil dari berperilaku buruk, maka kita akan menuai nasib sial. Malapetaka, penderitaan dan semacamnya. Kenapa demikian, karena tidak ada modal yang dapat ‘dipertukarkan’ dengan keberuntungan ataupun kebaikan. Minimnya pahala dan besarnya karma/ dosa akan membawa takdir nasib kita semakin terpuruk. Jika bukan pahala dari kebaikan yang ada, apa yang dapat dipertukarkan untuk mencapai sebuah takdir kebaikan?
Jadi, kembali ke tema diatas, rakus dan ketamakan sebagai ‘mesin’ penghasil substansi hitam, hukumnya sudah jelas, para pelakunya akan menuai keterpurukan, jauh dari keberuntungan dan kebajikan. Entah dituai saat hidup di dunia fana ini ataupun di kehidupan setelahnya. Itu misteriNya.
Sudah jelas apa yang menjadi pilihan kita. Kumpulkan substansi putih lebih banyak dengan berperilaku baik. Agar kita punya modal untuk dipertukarkan dalam proses transformasi perbuatan, menuai takdir kebaikan di segala dimensi kehidupan hari ini, esok, dan dimensi kehidupan berikutnya.
Tentu saja kita harus membangkitkan keSadaran diri sepenuh hati untuk berubah lebih baik. Perubahan berawal dari hati yang tergerak, maka gerakkan hati kita pada pilihan yang baik.
Salam dari asal Kebaikan.
Sumber foto: http://www.colourbox.com/preview/1500869-941067-greedy-hands-grabbing-money-lot-of-dollars.jpg
Fiksi Keren Koe Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kenapa Sifat Rakus dan Tamak Harus Dibasmi?"
Posting Komentar