***
Purnama beranjak ke singgasana malam. Tawarkan pada gulita yang meringkuk di sepanjang setengah tubuh waktu. “Aku ada untuk ulurkan detik bermakna. Turunlah dari ranjang kegelapanmu.”
Gulita bergeming. Mendekap erat teramat dalam nafsu yang resah. Di kedalaman sana terbuai oleh dingin yang membara. Enggan. Berlalu adalah niscaya. Akar-akar itu tlah berurat. Di sepanjang riap gempita malam tak berperaduan. “Disini tempatku.”
Bermandi peluh-peluh rejeki. Diantara dengus serigala dan macan perangai. Diantara tangis pendar temaram dian malam. Ombak memuncak kian menggunung di benak-benak larut. Merenggut malam panjang tak bersisa. Bersenandung nyanyian rintihan. Bintang atau batu. Bulan atau waktu. Di ruang permadani dan di bilik pinggiran sunyi. Tak pernah hirau. Itulah adanya.
Purnama tak berhenti nampak. Di setiap jelang dan teras-teras langit kesadaran. Memungut petikan harap. Meramu pedih, pilu dan luka kehidupan. Hingga pada suatu ketika nanti gulita akan menuai mimpinya dan terjaga. Saat paras cahaya mengiris dalam-dalam segala rasa. Saat tangan menggamit perlahan menuai serpihan kasih cinta. Hingga gemerisik daun bernyanyi hempaskan pucat. Dan ilalang tak lagi liar. Sebelum waktu mengandung tua.
Waktu akan bangunkan gulita yang terlelap. Lepaskan jebakan buaian masa lalu. Merajut tali-tali purnama yang pernah putus dan usang di kelam waktu. “Aku akan terjaga.”
***
Jakarta - 21 Februari 2015
@rahabganendra
Belum ada tanggapan untuk "Aku Akan Terjaga"
Posting Komentar