Merujuk tulisan sebelumnya soal sifat tamak dan rakus yang harus dibasmi dalam diri kita. Intinya adanya sifat negatif itu akan memperbesar substansi hitam dalam diri yang tak bisa dipergunakan untuk transformasi ke hal kebaikan. Lalu bagaimana di bidang pekerjaan?
Ada orang yang berujar,”Orang kok rakus, semua pekerjaan diembat (dikerjakan) sendiri.”
Saat pekerjaan dituntut untuk professional, maka hasil menjadi hal yang penting. Hasil yang tidak memuaskan menjadi hal yang menggoyang nama professional itu sendiri. Bertanggungjawab. Proses dalam ‘produksi’ hasil pekerjaan itu beragam. Mungkin tidak diperhitungkan bagaimana prosesnya. Sebaliknya menjadi mungkin sangat diperhitungkan.
Proses pekerjaan dilakukan oleh individu dengan skill dan keahlian profesi. Jalur profesi yang terkandung bidang keilmuan yang dikuasainya. Seorang akuntan ahli dalam bidangnya itu karena jalur profesinya. Seorang guru juga sama, sesuai keilmuannya menguasai bidang profesinya itu. Demikian juga profesi lain. Namun sangat umum bahwa merangkap profesi dan alih profesi selalu ada. Apakah ini salah?
Saya pikir tidaklah semutlak itu. ‘Bertanggungjawab’ pada bidang profesinya itu menjadi kuncinya. Jika hasil pekerjaan bisa dipertanggungjawabkan secara skill profesi, apa salahnya. Merangkap pekerjaan jika hasilnya mampu dipertanggungjawabkan, apa salahnya juga. Menjadi masalah apabila hasil pekerjaan tidak sesuai dengan tuntutan hasil kerja dari sebuah profesi. Terlepas itu dilakukan dalam proses ‘merangkap’ ataukah bukan profesinya.
Seyogyanya kita mampu mengukur diri kekuatan dalam memikul tanggungjawab sebuah pekerjaan. Tanggungjawab moral dalam hati kita akan menjadi taruhannya seiring bisa melakukan pekerjaan dengan baik atau tidak. Sesuai tuntutan hasil profesi atau tidak. Bekerja bukan hanya sekedar demi sebuah hasil materi semata, namun merupakan jalur dalam pencapaian pribadi yang bertanggungjawab sebagai insan yang mulia.
Sekiranya kita sanggup menyelesaikan pekerjaan yang ini dan juga sanggup menyelesaikan yang itu, maka baik kita lakukan. Sekiranya tidak sanggup menyelesaikan yang ini, dan kita tanggung lagi pekerjaan lainnya, maka pekerjaan manapun juga tidak akan dapat kita lakukan dengan baik. Jadi kita sendiri harus mampu menatanya dengan benar. Mengerjakan dengan bertanggungjawab maka hasilnya tentu lebih maksimal.
Tidaklah layak mencontoh perilaku Beruang Buta, dalam pepatah “Beruang Buta memetik jagung.” Beruang Buta itu memetik jagung dengan cara mengapit jagung dibawah ketiaknya. Jagung dipetik sebatang dan diapitnya dibawah ketiak, lalu dipetik lagi sebatang diapitnya pula dibawah ketiak, lagi dipetik sebatang diapitnya pula dibawah ketiak, demikian seterusnya. Akhirnya hasil yang diperoleh, hanya sebatang jagung yang diapit terakhir.
Jadi sebaiknya kita terjerumus oleh ambisi dan melalaikan prinsip bertanggungjawab professional dalam bekerja. Sekedar pemikiran. Selamat malam sahabat.
Salam dari Asal.
Sumber foto: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghLbQBSPDUImvgNT_RrmaOIEW2xRt7fY0fNq1cTbJLrObPD5KbSzwRjEBU0cRZo9zr8qBXgn5PmfKNFmin8rZdfDcGt74djdq-w6oQZ4bpflQiOgaMLVmNaXcDHP91sfKr9cKxwi_Z/s1600/d%C3%A9bord%C3%A9e-busy.jpg
Fiksi Keren Koe Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Bertanggungjawab dalam Bekerja Bukan Seperti ‘Beruang Buta Pemetik Jagung’"
Posting Komentar